Posted by : Unknown Selasa, 10 November 2015

ANALISIS FILM MERAH PUTIH

Judul Film    : Merah Putih

Tahun           : 2009
Sutradara      : Yadi Sugandi

Pemain        : Lukman Sardi, Donny Alamsyah, Darius Sinathrya, Zumi Zola, Teuku                                Rifnu Wikana, Rahayu Saraswati, Rudy Wowor, dan Astri Nurdin.

Film Merah putih semi dokumenter yang menghabiskan biaya kira-kira Rp 60 miliar ini bercerita tentang sekelompok pejuang kemerdekaan yang harus bersatu untuk bertahan dari pembunuhan dan penjajahan. Berjuang sebagai pejuang gerilya, untuk menjadi anak-anak bangsa yang sesungguhnya, terlepas dari konflik pribadi dan perbedaan yang besar dalam kelas sosial, suku, daerah asal, agama, dan kepribadian.
Film ini didedikasikan untuk dua orang pahlawan Indonesia, yaitu Letnan Satu R.M. Subianto Djojohadikusumo dan Kadet R.M Sujono Djojohadikusumo dan semua pahlawan  yang telah berjuang dan gugur untuk kemerdekaan Indonesia.
Film ini menceritakan kisah 5 orang Pejuang Indonesia yang mempunyai latar belakang yang berbeda. Amir seorang muslim yang mempunyai istri bernama Melati, Marius seorang anak priyayi yang kaya raya, kemudian ada Surono yaitu teman Marius yang masih memiliki seorang kakak perempuan bernama Senja, ada juga Thomas seorang kristen dari Sulawesi yang ingin jadi perwira karena keluarganya mati dibunuh oleh tentara-tentara Belanda, dan yang terakhir adalah seorang pemeluk agama Hindu dari Bali yang tidak disebutkan namanya.
Kisah dimulai dari pendaftaran masuk sebagai perwira. Setelah mereka semua diterima, mereka tinggal di asrama dan harus bekerja keras, setiap hari berlatih, berlatih, dan berlatih. Selama di asrama, Marius dan Thomas selalu ada konflik. Dimulai dari kejadian menyembunyikan kalung salib Thomas sampai ditemukannya botol minuman alkhohol milik Marius oleh anggota perwira tinggi. Kejadian ini yang membuat semuanya menjadi bersatu. 
Pada malam sebelum beristirahat, tiba-tiba Kapten memanggil Surono dan Amir. Ternyata mereka berdua naik pangkat. Surono menjadi Letnan satu dan Amir sebagai Letnan dua. Setelah menyelesaikan pendidikan di asrama, mereka semua diijinkan untuk bertemu dan mencari pasangan.
Pertempuran dimulai disini. Pada saat mereka sedang asyik berpesta, tiba-tiba Belanda menyerang. banyak korban berjatuhan pada peristiwa ini. Pertempuran masih terus berlangsung, Letnan Surono gugur di medan pertempuran bersama dengan kapten dan beberapa perwira lainnya. Dalam pertempuran yang memakan waktu berhari-hari ini, ternyata yang tersisa hanya tiga orang perwira dan satu Letnan. Mereka semua telah putus asa menganggap perang telah berakhir. Thomas, orang hindu, Marius, dan Letnan Amir tak tahu apa yang harus dilakukan. Empat orang melawan banyaknya pasukan Belanda. Dengan semangat dan nasehat dari perwira Hindu, kemudian mereka memiliki ide untuk membuat jebakan untuk orang-orang Belanda yang akan pergi ke Lamongan Lor pada waktu itu. Mereka berempat yang dibantu oleh beberapa penduduk sekitar mereka berhasil membunuh para pasukan dan menahan pemimpin kompeni(Belanda).
Cerita berakhir disini. Indonesia yang terkenal dengan pantang menyerah dan tetap berjuang akhirnya berhasil menaklukan Belanda sekaligus dapat mempertahankan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia).
Beberapa nilai-nilai positif  digambarkan dalam film ini sebagai cerminan bagi penikmat film, seperti berjiwa pemimpin, solidaritas antar agama, cinta kepada keluarga dan tanah air, berani mengambil keputusan yang bijaksana dan tidak gegabah (penuh pertimbangan), ini terlihat pada adegan dimana saat pasukan Indonesia yang berada dalam keadaan terjepit dan Belanda menyerang dengan tiba-tiba, seorang letnan mengambil keputusan untuk mundur demi menyusun rencana yang lebih matang dalam perang esok hari, “kita mundur sekarang, kita mundur satu langkah dan besok kita maju untuk bangsa”.
Namun dalam sebuah karya tentunya tidak luput dari nilai negatif, meskipun tidak sebanding dengan nilai positif yang terdapat dalam film ini, sperti watak penghianat yang keluar dari seorang lurah kampung, dia berpihak kepada Belanda karena takut kehilangan kampungnya yang telah ia kuasai selama beberapa tahun lamanya sehingga pada saat diperintahkan mengungsi oleh tentara Indonesia ia memilih tinggal di kampung dan menghasut warga untuk tidak mengungsi, akhirnya dia dibunuh oleh tentara belanda bahkan dampaknya semua warga kampung dibunuh dengan tragis, kemudian watak pengecut dan sombong yang tercermin dari Marius seorang pejuang Indonesia. Marius seorang prajurit yang rela meninggalkan sahabatnya yang tertembak dalam medan tempur karena ia takut mati.
Film yang berformat layar lebar ini sangat cocok bagi semua kalangan penikmat film, namun kurang cocok apabila seorang anak kecil yang menonton tanpa didampingi oleh orang tua sebagai pembimbingnya, karena biasanya anak kecil selalu meniru apa yang ia lihat. Para kaum muda Indonesia adalah objek terpenting dalam film ini, karena film ini bersifat nasionalisme. Diharapkan mereka dapat menjaga kemerdekaan ini yang telah diperjuangkan dan dipertahankan oleh para pahlawan tedahulu walaupun nyawa sebagai teruhan mereka serta meningkatkan citra Indonesiadi mata dunia. Sehingga kita sebagai penikmat perfilman Indonesia dapat mengambil beberapa pesan dan amat yang terkandung dalam film ini, film ini bukanlah sebuah film fiksi semata tetapi film ini merupakan film semi dokumenter yang dikutip dari kejadian yang menimpa Indonesia pada tahun 1947. Diantara amanat-amanat yang terkandung dalama film ini, penulis mengambil beberapa amanat diantaranya :
1.      Janganlah mengecewakan orang lain disaat ia memberikanmu sebuah kepercayaan.
2.      Janganlah terpancing oleh nafsu, kita harus bisa menahan amarah dan emosi.
3.      Gunakan emosi dan nafsu kepada hal yang lebih baik
4.      Selalu siap tempur dalam kondisi dan keadaan apapun.
5.      Taatlah beribadah sesuai agama yang telah kita yakini.
6.      Pengucut dan penghianatan adalah awal dari kemunduran.
7.      Pikiran, ucapan, hati, dan tekad yang kuat harus dimiliki oleh seorang pemimpin.
Seni film dikembangkan dari proses replikasi kehidupan sosial sebuah komunitas. Film mewakili realitas kelompok masyarakat tertentu, baik realitas dalam bentuk khayalan ataupun realitas dalam arti sebenarnya.
Film sebagai media massa memiliki fungsi sebagai media informasi, media hiburan, dan juga media pendidikan. Sebagai media informasi, film memberikan informasi dari para pembuat film kepada penontonnya. Sebagai media hiburan, film dijadikan alat pelepa penat serta untuk mengisi waktu senggang masyarakat. Sedangkan penempatan media pendidikan disini maksudnya film membawa pesan yang dapat mendidik penontonnya. Namun segala sesuatu pesan yang terkandung dalam film tersebut dapat menjadi baik atau buruk, tergantung dari tiap- tiap penonton. Karena itulah film menjadi bagian yang cukup penting dalam media massa untuk menyampaikan suatu pesan atau setidaknya memberikan pengaruh kepada khalayaknya untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Kadang penonton tidak menyadari bahwa film mengandung unsur propaganda. Bagaimana suatu ideologi pembuat film ditampilkan dan berusaha ditanamkan dalam benak penontonnya.
Film pada umumnya dibuat dengan banyak tanda. Tanda-tanda itu termasuk dengan baik dalam upaya mencapai efek yang diharapkan. Unsur-unsur penting dalam film adalah gambar, dialog, setting, musik, dan spesial efek.
Film memiliki aspek ekonomis sekaligus ideologis. Kedua aspek ini tidak dapat dipisahkan dalam produksi film. Aspek ekonomis memberikan topangan agar film dapat disebarluaskan. Sedangkan aspek ideologis merupakan napas hidup para pembuat film yang dipengaruhi oleh latar belakang budayanya. Namun kedua aspek ini kadang bertentangan dan kemudian terjadilah proses tarik ulur.
Penelitian ini menggunakan pendekatan Roland Barthes. Roland Barthes adalah penerus dasar teori Ferdinand de Saussure. Bila Saussure tertarik pada cara kompleks pembentukan kalimat dan cara bentuk-bentuk kalimat menentukan makna, Barthes tertarik pada kenyataan bahwa kalimat yang sama bisa saja menyampaikan makna yang berbeda pada orang yang berbeda situasinya. Roland Barthes meneruskan pemikiran tersebut dengan menekankan interaksi antara teks dengan pengalaman personal dan kultural penggunanya. Gagasan Barthes ini dikenal dengan “order of signification”, mencakup denotasi dan konotasi serta analisis mitos. Di sinilah titik perbedaan Saussure dan Barthes meskipun Barthes tetap mempergunakan istilah signifier-signified yang diusung Saussure. Barthes mengungkapkan bahwa makna pada tataran kedua merupakan hasil pertemuan tanda yang ditampilkan dengan pemikiran subjektif atau setidaknya intersubjektif pengguna yang dipengaruhi oleh perasaan dan kultural-kulturalnya. Di sinilah analisis mitos digunakan. Setelah meneliti makna konotasi yang ditampilkan, akan muncul keseluruhan struktur dalam film ini untuk mengungkapkan ideologi melalui makna konotatif yang tersembunyi pada tataran makna tingkat kedua. Karena itulah setiap film sebagai penyampai pesan dengan unsur teks merupakan pemaknaan ideologi pribadi dari si pembuat film itu sendiri. Untuk menginterpretasikan tanda yang hadir membutuhkan suatu perangkat analisis. Dengan semiotika, penulis akan menghadirkan konstruksi yang baru sesuai pemaknaannya, dan bukan konstruksi awal si pembuat film.
Berdasarkan teori yang menunjukan analisis film merah putih adalah :
a.  Teori Sistem 4 dari Rensis Likert
Likert (dalam O’Hair, Friedrich &Dixon, 2005, p.152-153) menyatakan bahwa umumnya seorang pemimpin menggunakan empat gaya komunikasi, yaitu :
1.     System I (Authoritarian)
Pemimpin System I ini bersifat task oriented, sangat terstruktur, dan otoriter. Hubungan interpersonal tidaklah begitu penting. Pemimpin System I memiliki tingkat kepercayaan yang sangat kecil terhadap bawahannya dan tidak melibatkan mereka di dalam pengambilan keputusan. Bawahan bekerja dengan iklim yang terintimidasi dan rasa takut. Komunikasi hanya berjalan dari atasan ke bawahan saja mengikuti rantai kepemerintahan.
2. System II (Controlling) Pemimpin System II bersifat task oriented, namun juga mengontrol organisasi atau unit di dalamnya, bersifat sedikit otoriter. Pemimpin merendahkan bawahan dan walaupun tidak terlalu ketat, ia juga memiliki ketidakpercayaan kepada bawahannya. Bawahan memiliki izin untuk berpendapat pada saat pengambilan keputusan, namun permasalahan organisasi diselesaikan seluruhnya oleh jajaran atas perusahan. Meskipun sebagian besar arus komunikasinya dari atasan kepada bawahan, tetapi beberapa interaksi masih terlihat langsung antara jajaran atas perusahaan dan jajaran bawah perusahaan.
3. System III (Collaborative) Pemimpin System III secara terbuka menempatkan keyakinan dan kepercayaan kepada bawahannya. Seorang atasan mengontrol bawahan melalui negosiasi dan kolaborasi. Bawahan memiliki hak untuk berpendapat dalam proses pengambilan keputusan, terutama yang menyangkut persoalan kerja mereka. Arus komunikasi mengalir secara relatif dua arah, yaitu dari atasan kepada bawahan dan dari bawahan kepada atasan dalam hierarki organisasi.
4. System IV (Nurturing) Pemimpin System IV berkonsentrasi pada hubungan baik dengan atasan sekaligus bawahan mereka. Mereka memelihara keyakinan dan kepercayaan kepada bawahannya serta memberi mereka motivasi dan semangat dalam proses pengambilan keputusan di seluruh jajaran perusahaan. Pemimpin System IV tidak menggunakan rasa takut, intimidasi, dan ancaman. Motivasi para pekerja dihasilkan dari partisipasi mereka dalam mencapai target organisasi. Proses pertukaran pesan yang terjadi di dalamnya bersifat bebas dan sangat terbuka baik dari atasan , bawahan, juga keduanya.




Nama : Fanni Juliyani
Kelas : 4PA06
NPM : 12512750 

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © Fanni Juliyani - Hatsune Miku - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -