Posted by : Unknown Sabtu, 19 April 2014



Kasus Pelecehan Siswa TK JIS - Pelaku Diduga Idap Kelainan Psikis

JAKARTA – Polisi terus berupaya mengungkap kasus pelecehan seksual yang menimpa M, siswa Taman Kanak-kanak (TK) Jakarta International School (JIS). Dua tersangka yang kini ditahan diduga memiliki kelainan seksual.

Hal itu diketahui setelah polisi melakukan pemeriksaan kejiwaan terhadap dua pelaku, yakni Agun dan Firziawan. ”Punya penyakit psikis dan masuk dalam golongan homoseksual,” tutur Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Rikwanto di Jakarta kemarin.

Dua tersangka tersebut telah mengakui perbuatannya. Menurut Rikwanto, Agun dan Firziawan ditetapkan sebagai tersangka setelah terbukti ada bakteri di anus korban yang identik dengan kedua pelaku berdasarkan uji laboratorium. ”Kedua tersangka mengakui melakukannya (pelecehan) pada 20 Maret di toilet sekolah,” jelasnya.

Jadi modusnya para tersangka yang merupakan petugas kebersihan itu mengamati aktivitas siswa sehari-hari seperti yang buang air kecil atau sekadar cuci tangan. ”Mereka amati siapa yang bisa diperdayai,” paparnya. Akhirnya M pun menjadi korban mereka karena dinilai lemah.

Kemarin siang Polda Metro Jaya juga menetapkan satu tersangka lain, yaitu Afriska. Tersangka yang berjenis kelamin perempuan ini tidak ditahan karena belum cukup bukti. Dia hanya dikenai pasal turut serta. “Dia hanya mengetahui, tapi tidak melapor,” kata Rikwanto. Sementara dua orang yang masih diperiksa intensif adalah Zainal dan Anwar. Keduanya sejauh ini masih berstatus sebagai saksi.

Untuk mengungkap kasus tersebut, polisi juga telah memeriksa pihak sekolah elite tersebut. ”Kita panggil pihak sekolah untuk mengetahui bagaimana perekrutan dan pengamanannya,” katanya. Polisi juga meminta bantuan pihak sekolah untuk mencari kemungkinan adanya pelaku lain atau korban lain. Karena pelaku sudah lama bekerja di sekolah tersebut, yakni sekitar satu tahun.

Pihak outsourcing yang menyuplai para pekerja tersebut juga akan diperiksa. ”Kita sedang dalami proses outsourcing yang menyuplai pekerja apakah diperiksa masalah kejiwaannya atau tidak,” tegasnya. Selain itu, penyidik juga akan kembali menggali keterangan korban yang masih berusia 5 tahun. Metode pemeriksaan korban tidak bisa disamakan dengan orang dewasa.

Menurut Rikwanto, pengakuan yang didapatkan oleh penyidik dari korban masih berubah-ubah. Penyidik harus mencerna bahasa anak untuk dijadikan sumber keterangan. ”Ini anak TK, kita ingatkan kembali, kita buat dia nyaman dahulu, kita ajak dia bermain dan pelan-pelan agar bisa berbicara,” jelasnya.

Seperti diberitakan, M, murid TK di JIS, diduga menjadi korban kekerasan seksual. Ibu korban, T, menduga pelaku merupakan petugas kebersihan di sekolah tersebut dan lebih dari dua orang. Ibu korban melaporkan dugaan kekerasan seksual terhadap anaknya ke Polda Metro Jaya berdasarkan Laporan Polisi Nomor: TBL/ 1044/III/2014/PMJ/ Ditreskrimum tertanggal 24 Maret 2014 terkait dugaan pelanggaran Pasal 82 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Kuasa hukum korban Andi M Asrun menegaskan, pihak sekolah sudah terbuka terhadap kliennya. Bahkan sekolah menawarkan bantuan dalam bentuk apa pun. Selain itu, dua pelaku yang ditangkap sebenarnya tidak terdaftar sebagai karyawan yang diperuntukkan bagi sekolah tersebut.

”Keduanya dibilang adalah sebagai karyawan pengganti dan namanya tidak ada di dalam daftar karyawan yang diajukan oleh pihak outsourcing,” tegasnya. Dia berharap, pihak kepolisian segera menangkap pelaku lain yang diduga ikut menggilir korban. Karena dari hasil uji laboratorium ditemukan bakteri yang sama dengan pelaku lain.

Mengkhawatirkan

Ketua Komnas Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait mengatakan hingga pertengahan April 2014 pihaknya telah mendapat 239 laporan adanya kasus kekerasan terhadap anak di Ibu Kota. Jumlah tersebut belum termasuk kasus yang tidak terlacak atau sengaja tidak dilaporkan oleh orang tua korban. ”Kalau termasuk kasus-kasus yang tidak terlacak mungkin angkanya bisa lebih,” ujar Arist.

Dari jumlah tersebut, 52% merupakan kekerasan berbentuk seksual. Angka ini tentunya sangat mengkhawatirkan bagi masa depan anak bangsa. ”Apalagi yang menjadi keprihatinan kita sebagian besar kekerasan terhadap anak dilakukan orang dekat di lingkungan tempat tinggal dan sekolah,” lanjut Arist.

Dia menambahkan, pada 2013 laporan angka kekerasan kepada anak di Jakarta mencapai 666 kasus. Dari jumlah tersebut Jakarta Timur menyumbang kasus terbanyak mencapai 166 kekerasan. ”Di mana 68%- nya merupakan kasus kekerasan seksual,” ucapnya. Sisanya di Jakarta Utara terdapat 149 kasus, Jakarta Barat 127 kasus, Jakarta Pusat 118 kasus, dan Jakarta Selatan 106 kasus. ”Jumlahnya hampir merata,” tegasnya.

Sekjen Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) M Ihsan mengatakan, Senin (15/4) KPAI datang langsung berkunjung ke JIS yang berada di Jalan Tarogong, Jakarta Selatan. Pihak sekolah dan keluarga korban juga sudah bertemu dan melakukan diskusi terkait kasus yang terjadi. Dalam diskusi tersebut, pihak sekolah sudah bersedia bertanggung jawab dan menyerahkan kasus pelecehan seksual tersebut kepada pihak kepolisian.

KPAI sendiri akan mengawal kasus ini dan meminta pihak kepolisian menerapkan Pasal 82 Undang-Undang Perlindungan Anak terkait pelecehan seksual terhadap anak dengan hukuman maksimal 15 tahun penjara. Selain itu pihaknya akan menunggu apakah kemungkinan ada tersangka lain dalam kasus ini. Menurutnya, kasus ini akan lebih jelas setelah dilakukan gelar perkara.

Selain itu, terkait dengan kondisi korban, pihaknya juga telah melakukan pendampingan dengan berkomunikasi langsung bersama psikiater yang telah ditunjuk oleh keluarga. Menurutnya, pihaknya akan memastikan apakah nantinya korban bisa kembali ke sekolah tersebut atau justru dipindahkan. ”Kami masih menunggu saran dari psikiaternya, apakah ada rekomendasi untuk dipindahkan atau tidak,” tegasnya.

Selain itu, dari data yang dimiliki KPAI selama tahun 2013 ada 123 kasus kekerasan seksual. Pembelajar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel menuturkan, pelaku pada dasarnya tertarik berhubungan seksual dengan orang dewasa. ”Karena susah ke yang dewasa, maka mereka menyalurkannya kepada anak-anak,” katanya.

Di luar negeri, mulai ada pihak yang mengampanyekan agar pedofilia tidak lagi dianggap sebagai kelainan. Jika kampanye ini dibiarkan, suatu saat nanti pedofilia bisa saja akan dianggap biasa seperti halnya homoseksual.

Dia meminta kepada penegak hukum untuk memberi mereka sanksi hukum yang berat, sanksi sosial yang terlembagakan seperti public noticetentang pelaku atau tanda khusus pada KTP dan tubuh pelaku. ”Mestinya sekolah juga sebagai lokasi yang paling aman dari kejahatan seperti ini,” sebutnya. Selain itu, para pelaku memilih anakanak sebagai korban karena mereka berpikir sangat mudah diperdaya.

Efek Trauma Mendalam

Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal dan Informal (PAUDNI) Kemendikbud Lydia Freyani Hawadi mengatakan pelecehan seksual yang menimpa anakanak berpeluang meninggalkan efek trauma mendalam. Terlebih si anak mendapatkan tekanan secara psikis untuk menuruti perintah pelaku. Dia curiga kasus yang menimpa M bukanlah satu-satunya yang terjadi.

Menurut dia, orang tua harus membekali anak mengenai pendidikan seks dini. ”Misalnya anak diberi pengertian untuk organ intim (penting) tidak boleh dipegang oleh sembarangan orang dan anak dibekali untuk berani melawan jika ada yang ingin bertindak tidak senonoh,” ujar Reni, panggilan akrab Lydia Freyani Hawadi.

Kasus ini merupakan pukulan bagi semua pihak. ”Bukan hanya sekolah, tetapi juga orang tua. Harus sama-sama waspada terhadap anak. Sekolah sebagai tempat yang dititipi anak seharusnya bisa bertanggung jawab. Bagaimana mereka bisa mempekerjakan pegawainya hingga berbuat seperti itu,” kata Reni.

Di sisi lain, sambung dia, orang tua juga tidak boleh lepas tangan. Pembekalan di rumah sangatlah penting untuk pertumbuhan dan perkembangan anak. ”Orang tua harus lebih meningkatkan kewaspadaan. Anak-anak harus diberi pembekalan sehingga mereka bisa meningkatkan kewaspadaan di luar helmi syarif/ dian ramdhani/ ratna purnama
_rumah,” ucapnya.  

Analisis Dari Kasus Pelecehan Siswa TK JIS :

Siswa Taman Kanak-Kanak (TK) yang berusia 6 tahun menjadi korban kekerasan seksual di sekolahnya. Oleh dua pelaku yaitu bernama Agun dan Firzuawan. Mereka mempunyai  penyakit psikis dan masuk dalam golongan homoseksual. Dua tersangka tersebut telah mengakui perbuatannya. Agun dan Firziawan ditetapkan sebagai tersangka setelah terbukti ada bakteri di anus korban yang identik dengan kedua pelaku berdasarkan uji laboratorium. Kedua tersangka mengakui melakukannya (pelecehan) di toilet sekolah. Ternyata ada tersangka yang berjenis kelamin perempuan tetapi perempuan ini tidak ditahan karena belum cukup bukti yang akurat hanya saja dikenai pasal turut serta dalam kasus tersebut yaitu yang bernama Afriska. Zainal dan Anwar sejauh ini berstatus sebagai saksi. Untuk mengungkap kasus tersebut, polisi juga telah memeriksa pihak sekolah elite tersebut. Untuk mengetahui bagaimana perekrutan dan pengamanannya serta meminta bantuan pihak sekolah untuk mencari pelaku lain atau korban lain. Karena pelaku sudah lama bekerja di sekolah tersebut, sekitar satu tahun.

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © Fanni Juliyani - Hatsune Miku - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -