- Back to Home »
- PERSON CENTERED THERAPY (ROGERS)
Posted by : Unknown
Senin, 06 April 2015
PERSON-CENTERED THERAPY
Terapi person centered merupakan model terapi berpusat
pribadi yang dipelopori dan dikembangkan oleh psikolog humanistis Carl R.
Rogers. Ia memiliki pandangan dasar tentang manusia, yaitu bahwa pada dasarnya
manusia itu bersifat positif, makhluk yang optimis, penuh harapan, aktif,
bertanggung jawab, memiliki potensi kreatif, bebas (tidak terikat oleh belenggu
masa lalu), dan berorientasi ke masa yang akan datang dan selalu berusaha untuk
melakukan self fullfillment (memenuhi kebutuhan dirinya
sendiri untuk bisa beraktualisasi diri). Filosofi tentang manusia ini
berimplikasi dan menjadi dasar pemikiran dalam praktek terapi person
centered. Menurut Roger konsep inti terapi person centered adalah
konsep tentang diri dan konsep menjadi diri atau pertumbuhan perwujudan diri.
Berdasarkan sejarahnya, terapi yang dikembangkan Rogers ini
mengalami beberapa perkembangan. Pada mulanya dia mengembangkan pendekatan
konseling yang disebut non-directive counseling (1940). Pendekatan ini
sebagai reaksi terhadap teori-teori konseling yang berkembang saat itu yang
terlalu berorientasi pada konselor atau directive counseling dan
terlalu tradisional. Pada 1951 Rogers mengubah namanya menjadi client-centered
therapy sehubungan dengan perubahan pandangan tentang konseling yang
menekankan pada upaya reflektif terhadap perasaan klien. Kemudian pada 1957
Rogers mengubah sekali lagi pendekatannya menjadi konseling yang berpusat pada
person (person centred therapy), yang memandang klien sebagai partner
dan perlu adanya keserasian pengalaman baik pada klien maupun terapis. Terapi
ini memperoleh sambutan positif dari kalangan ilmuwan maupun praktisi, sehingga
dapat berkembang secara pesat. Hingga saat ini, terapi ini masih relevan untuk
dipelajari dan diterapkan.
Pendekatan terapi person centered menekankan pada
kecakapan klien untuk menentukan isu yang penting bagi dirinya dan pemecahan
masalah dirinya. Terapi ini berfokus pada bagaimana membantu dan mengarahkan
klien pada pengaktualisasian diri untuk dapat mengatasi permasalahannya dan
mencapai kebahagiaan atau mengarahkan individu tersebut menjadi orang yang
berfungsi sepenuhnya. Konsep pokok yang mendasari adalah hal yang menyangkut
konsep-konsep mengenai diri (self), aktualisasi diri, teori kepribadian,
dan hakekat kecemasan.
Ciri-Ciri Person-Centered Therapy
1. Terapi berpusat pada person
difokuskan pada tanggung jawab dan kesanggupan klien untuk menemukan cara-cara
menghadapi kenyataan lebih sempurna.
2. Menekankan medan fenomenal
klien. Medan fenomenal (fenomenal field) merupakan keseluruhan
pengalaman seseorang yang diterimanya, baik yang disadari maupun yang tidak
disadari. Klien tidak lagi menolak atau mendistorsi pengalaman-pengalaman
sebagaimana adanya.
3. Prinsip-prinsip psikoterapi
berdasarkan bahwa hasrat kematangan psikologis manusia itu berakar pada manusia
sendiri. Maka psikoterapi itu bersifat konstrukstif dimana dampak
psikoterapeutik terjadi karena hubungan terapis dan klien.
4. Terapi ini tidak dilakukan
dengan suatu sekumpulan teknik yang khusus. Tetapi pendekatan ini berfokus pada
person sehingga terapis dan klien memperlihatkan kemanusiawiannya dan
partisipasi dalam pengalaman pertumbuhan.
Teknik-Teknik Person-Centered Therapy
Terapi ini
tidak memiliki metode atau teknik yang spesifik, sikap-sikap terapis dan
kepercayaan antara terapis dan klienlah yang berperan penting dalam proses
terapi. Terapis membangun hubungan yang membantu, dimana klien akan mengalami
kebebasan untuk mengeksplorasi area-area kehidupannya yang sekarang diingkari
atau didistorsinya. Terapis memandang klien sebagai narator aktif yang
membangun terapi secara interaktif dan sinergis untuk perubahan yang positif.
Dalam terapi ini pada umumnya menggunakan teknik dasar mencakup mendengarkan
aktif, merefleksikan perasaan-perasaan atau pengalaman, menjelaskan, dan
“hadir” bagi klien, namun tidak memasukkan pengetesan diagnostik, penafsiran,
kasus sejarah, dan bertanya atau menggali informasi. Untuk terapis person
centered, kualitas hubungan terapi jauh lebih penting daripada teknis.
Terapis harus membawa ke dalam hubungan tersebut sifat-sifat khas yang berikut;
Menerima. Terapis menerima pasien
dengan respek tanpa menilai atau mengadilinya entah secara positif atau
negatif. Pasien dihargai dan diterima tanpa syarat. Dengan sikap ini terapis
memberi kepercayaan sepenuhnya kepada kemampuan pasien untuk meningkatkan
pemahaman dirinya dan perubahan yang positif.
Keselarasan (congruence). Terapis dikatakan selaras
dalam pengertian bahwa tidak ada kontradiksi antara apa yang dilakukannya dan
apa yang dikatakannya.
Pemahaman. Terapis mampu melihat
pasien dalam cara empatik yang akurat. Dia memiliki pemahaman konotatif dan
juga kognitif.
Mampu mengkomunikasikan sifat-sifat
khas ini. Terapis mampu mengkomunikasikan penerimaan, keselarasan dan
pemahaman kepada pasien sedemikian rupa sehingga membuat perasaan-perasaan
terapis jelas bagi pasien.
Hubungan yang membawa akibat. Suatu hubungan yang
bersifat mendukung (supportive relationship), yang aman dan bebas
dari ancaman akan muncul dari teknik-teknik diatas.
Tahap-Tahap Person-Centered Therapy
Jika dilihat
dari apa yang dilakukan terapis dapat dibuat dua tahap, yaitu; Pertama, tahap
membangun hubungan terapeutik, menciptakan kondisi fasilitatif dan hubungan
yang substantif seperti empati, kejujuran, ketulusan, penghargaan, dan positif
tanpa syarat. Tahap kedua adalah tahap kelanjutan yang disesuaikan dengan
efektivitas hubungan konseling dan disesuaikan dengan kebutuhan klien.
Sedangkan jika
dilihat dari segi pengalaman klien dalam proses hubungan terapi dapat
dijabarkan bahwa proses terapi dapat dibagi menjadi empat tahap, yaitu;
1. klien datang ke terapis
dalam kondisi tidak kongruensi, mengalami kecemasan, atau kondisi penyesuaian
diri yang tidak baik.
2. saat klien menjumpai
terapis dengan penuh harapan dapat memperoleh bantuan, jawaban atas permasalahan
yang sedang dialami, dan menemukan jalan atas kesulitan-kesulitannya. Perasaan
yang ada pada klien adalah ketidakmampuan mengetasi kesulitan hidupnya.
3. pada awal terapi klien
menunjukan perilaku, sikap, dan perasaannya yang kaku. Dia menyatakan permasalahan
yang dialami kepada terapis secara permukaan dan belum menyatakan pribadi yang
dalam. Pada awal-awal ini klien cenderung mengeksternalisasi perasaan dan
masalahnya, dan mungkin bersikap defensif.
4. klien mulai menghilangkan
sikap dan perilaku, membuka diri terhadap pengalamannya., dan belajar untuk
bersikap lebih matang dan lebih teraktualisasi, dengan jalan menghilangkan
pengalaman yang didistorsinya.
Tujuan Person-Centered Therapy
Pada terapi ini
Rogers tidak mengkhususkan tujuan untuk satu pemecahan masalah. Tapi untuk
membantu klien dalam proses pertumbuhan dan perkembangan mereka, sehingga klien
dapat lebih baik dalam memahami, menerima serta mengatasi masalah mereka saat
ini dan masa depan. Tidak ditetapkan tujuan khusus dalam terapi ini, sebab terapis
digambarkan memiliki kepercayaan penuh pada klien untuk menentukan
tujuan-tujuan yang ingin dicapainya dari dirinya sendiri. Bagi Rogers pada
dasarnya tujuan terapi ini adalah untuk menciptakan iklim yang kondusif sebagai
usaha untuk membantu klien menjadi pribadi yang utuh (fully functioning
person), yaitu pribadi yang mampu memahami kekurangan dan kelebihan
dirinya. Tujuan dasar terapi ini kemudian diklasifikasikan kedalam 4 konsep
inti tujuan terapi, yaitu;
a.
Keterbukaan pada pengalaman
Klien diharapkan
dapat lebih terbuka dan lebih sadar dengan kenyataan pengalaman mereka. Hal ini
juga berarti bahwa klien diharapkan dapat lebih terbuka terhadap pengetahuan
lebih lanjut dan pertumbuhan mereka serta bisa menoleransi keberagaman makna
dirinya.
b.
Kepercayaan pada organisme sendiri
Dalam hal ini
tujuan terapi adalah membantu klien dalam membangun rasa percaya terhadap
diri sendiri. Biasanya pada tahap-tahap permulaan terapi, kepercayaan klien
terhadap diri sendiri dan putusan-putusannya sendiri sangat kecil. Mereka
secara khas mencari saran dan jawaban-jawaban dari luar karena pada dasarnya
mereka tidak mempercayai kemampuan-kemampuan dirinya untuk mengarahkan hidupnya
sendiri. Namun dengan meningkatnya keterbukaan klien terhadap pengalaman-pengalamannya
sendiri, kepercayaan kilen kepada dirinya sendiri pun mulai timbul.
c.
Tempat evaluasi internal
Tujuan ini
berkaitan dengan kemampuan klien untuk instropeksi diri, yang berarti lebih
banyak mencari jawaban-jawaban pada diri sendiri bagi masalah-masalah
keberadaannya. Klien juga diharapkan untuk dapat menetapkan standar-standar
tingkah laku dan melihat ke dalam dirinya sendiri dalam membuat putusan-putusan
dan pilihan-pilihan bagi hidupnya.
d.
Kesediaan untuk menjadi satu proses.
Dalam hal ini terapi
bertujuan untuk membuat klien sadar bahwa pertumbuhan adalah suatu proses yang
berkesinambungan. Para klien dalam terapi berada dalam proses pengujian
persepsi-persepsi dan kepercayaan-kepercayaannya serta membuka diri bagi
pengalaman-pengalaman baru, bahkan beberapa revisi.
Efektivitas Person-Centered Therapy
Terapi person
center bisa efektif apabila terjalin hubungan yang baik antara terapis dan
klien. Hubungan yang baik ini mengandung tiga unsur penting yaitu penerimaan
yang hangat, keselarasan dan kesejatian, serta empati yang akurat. Untuk
memperoleh hasil yang maksimal dari terapi ini, maka perubahan kepribadian
mengikuti model “jika-maka” yang terdiri dari tiga bagian, yaitu:
syarat-syarat, proses, dan hasil. Jika syarat-syarat itu dipenuhi, maka proses
akan terjadi. Jika proses terjadi, maka hasil-hasilnya pun akan muncul. Supaya
terapi dapat berhasil, maka syarat-syarat berikut harus dipenuhi, yaitu:
Dua orang berada dalam hubungan
psikologis yang pertama, mereka yang disebut
klien, berada dalam status tidak menentu, rapuh, dan cemas. Orang kedua yang disebut terapis,
berada dalam keadaan selaras atau terintegrassi dalam berhubungan terapis mengalami unconditional
positive regard atau merasakan sikap positif tak bersyarat terhadap pasien terapis memperlihatkan pemahaman
yang akurat dan empatik terhadap kerangka acuan internal (internal frame of
reference) klien dan berusaha mengkomunikasikan pemahamannya itu
kepada pasien terjadinya pengkomunikasian
pemahaman empatik terapis dan sikap positif tidak bersyarat terapis kepada
klien, walaupun pada tingkatan yang paling minim.
Terapi ini
dikatakan berhasil atau efektif untuk klien jika klien dapat menentukan dan
menjernihkan tujuan-tujuannya sendiri sampai tujuannya itu tercapai sehingga dapat
menjadi manusia yang berfungsi penuh. Ada beberapa kelebihan dari terapi ini,
yaitu;
Pemusatan pada klien dan bukan pada
terapis
Identifikasi dan hubungan terapis
sebagai wahana utama dalam mengubah kepribadian. Sehingga tidak menekankan pada
teknik namun pada sikap terapi, menawarkan perspektif yang lebih uptodate
dan optimis. klien memiliki pengalaman positif
dalam terapi ketika mereka fokus dalam menyelesaiakan masalahnya. Klien merasa
mereka dapat mengekpresikan dirinya secara penuh ketika mereka mendengarkan dan
tidak dijustifikasi, selain itu klien diberikan peluang yang lebih luas untuk
mendengar dan didengar
Sifat keamanan. Individu dapat
mengexplorasi pengalaman-pengalaman psikologis yang bermaknya baginya dengan
perasaan aman
Dapat diterapkan pada setting
individual maupun kelompok
Sedangkan kekurangan dari terapi adalah sebagai berikut;
Terapi berpusat pada klien dianggap
terlalu sederhana dan dalam tujuannya, dirasa terlalu luas dan umum sehingga
sulit untuk menilai individu
Tidak cukup sistematik dan lengkap
terutama yang berkaitan dengan klien yang kecil tanggungjawabnya, serta minim
teknik untuk membantu klien memecahkan masalahnya
Sulit bagi terapis untuk bersifat
netral dalam situasi hubungan interpersonal
Terapi menjadi tidak efektif
ketika konselor terlalu non-direktif dan pasif. Mendengarkan dan bercerita saja
tidaklah cukup, orang bisa memiliki kesan bahwa terapi ini tidak lebih daripada
teknik mendengar dan merefleksi.Tidak bisa digunakan pada penderita
psikopatologi yang parah
Memungkinkan sebagian (terapis)
menjadi terlalu terpusat pada klien sehingga melupakan keasliannya. Terapis
dapat kehilangan rasa sebagai pribadi yang unik.
Kesalahan sebagian besar terapis
dalam menterjemahkan sikap-sikap yang harus dikembangkan dalam hubungan
terapeutik. Sejumlah praktisi terkadalang menyalahtafsirkan atau
menyederhanakan sikap-sikap sentral dari posisi person-centered.
Sumber :
Abidin,
Zanial, 2002. Analisis Eksistensial Untuk Psikologi dan Psikiatri. Bandung:
PT Refika Aditama.
Corey,
Gerald. 2009. Teori dan Praktek dari Konseling dan Psikoterapi. Bandung:
PT Refika Aditama.
Gunarsa,
Singgih D. 1996. Konseling Dan Psikoterapi. Jakarta: PT
BPK Gunung Mulia.
Palmer,
Stephen. 2010. Pengantar Konseling dan Psikoterapi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar