Posted by : Unknown Senin, 11 Mei 2015

TERAPI REALITAS

A.     Pengertian Terapi Realitas
Terapi realitas adalah sebuah metode konseling dan psikoterapi perilaku-kognitif yang sangat berfokus dan interaktif, dan merupakan salah satu yang telah diterapkan dengan sukses dalam berbagai macam lingkup.Karena fokusnya pada problem kehidupan saat ini yang dirasakan konseli (realitas terbaru konseli) dan penggunaan teknik mengajukan pengajuan pertanyaan oleh terapis relitas, terapi relitas terbukti sangat efektif dalam jangka pendek, meskipun tidak terbatas pada itu saja.

B.    Konsep – Konsep Utama
Glasser percaya bahwa setiap manusia memiliki kebutuhan psikologis yang secara konstan (terus menerus) hadir sepanjang kehidupan dan hal itu harus terpenuhi. Mengacu pada teori hirarki kebutuhan yang dikemukakan oleh Maslow, Glasser mendasari pandangannya tentang kebutuhan manusia untuk dicintai dan mencintai, dan kebutuhan untuk merasa berharga bagi orang lain.
Teori yang dikembangkan Glasser ini dengan cepat memperoleh popularitas dikalangan konselor baik untuk kasus individual maupun kelompok dalam berbagai bidang, seperti sekolah, lembaga kesehatan mental, dan petugas-petugas sosial lainnya.Banyak hal yang positif dari teori konseling realitas ini, misalnya mudah dimengerti non teknis, didasarkan atas pengetahuan masyarakat, efisien waktu, sumber daya dan usaha-usaha yang dilakukan konselor.
Secara lebih rinci, Glasser menjelaskan kebutuhan-kebutuhan dasar psikologis manusia, meliputi :
a.       Cinta (belonging/ love)
Kebutuhan ini disebut glasser sbagai identity society, yang menekankan pentingnya hubungan personal. Beberapa aktifitas yang menunjukkan kebutuhan ini antara lain: Persahabatan, acara perkumpulan tertentu, dan ketetiban dalam organisasi kemahasiswaan. Kebutuhan ini oleh glasser dibagi dalam tiga bentuk : sosial beloging, work belonging, dan family belonging.
b.      Kekuasaan (power)
Kebutuhan ini biasanya diekspresikan memalui kompetisi dengan orang-orang disekitar kita, memimpin, mengorganisir, menyelesaikan pekerjaan sebaik mungkin, menjadi tempat  bertanya atau menerima pendapat orang lain.
c.       Kesenangan (fun)
Kebutuhan ini muncul sejak dini, kemudian terus berkembang hingga dewasa.
d.      Kebebasan (freedom)
Merupakan kebutuhan untuk merasakan kebebasan atau kemerdekaan dan tidak bergantung pada orang lain, kebutuhan tersebut bersifat universal, tetapi dipenuhi dengan cara yang unik oleh masing-masing manusia. Ketika seseorang berhasil memenuhi kebutuhannya,  menurutglaseer orang tersebut mencapai identitas sukses, dan jika kebutuhan psikologisnya sejak awal tidak terpenuhi, maka seseorang tidak mendapatkan pengalaman belajar bagaimana memenuhi kebutuhan psikologis dirinya atau orang lain.  Dapat dirumuskan, pandangan Glasser tentang manusia adalah sebagai berikut:
1) Setiap individu bertanggung jawab terhadap kehidupannya.
2) Tingkah laku seseorang merupakan upaya mengontrol lingkungan untuk memenuhi kebutuhannya.
3) Individu ditantang untuk menghadapi realita tanpa memperdulikan kejadian-kejadian dimasalalu , serta tidak memberi perhatian pada sikap dan motivasi dibawah sadar.
4) Setiap orang memiliki kemampuan untuk melakukan sesuatu pada masa kini. 

C.   Ciri-Ciri Terapi Realitas
Ciri-ciri terapi realitas :
a.       Terapi realitas menolak konsep tentang penyakit mental.
b.      Terapi realitas berfokus pada tingkah laku sekarang alih-alih pada perasaan-perasaan dan sikap-sikap.
c.       Terapi realitas berfokus pada saat sekarang bukan pada masa lampau.
d.      Terapi realitas menekankan pertimbangan-pertimbangan nilai.
e.       Terapi realitas tidak menekankan transferensi.
f.       Terapi realitas menekankan aspek-aspek kesadaran bukan aspek-aspek ketidaksadaran.
g.      Terapi realitas menghapus hukuman.
h.      Terapi realitas menekankan tanggung jawab pada diri individu.

D.    Proses Konseling
Pendekatan ini melihat konseling sebagai proses rasional yang menekankan pada perilaku sekarang dan saat ini. Artinya, konseling ditekankan untuk melihat perilaku yang dapat diamati daripada motif-motif bawah sadarnya.Dengan demikian, konseling dapat mengevaluasi apakah perilakunya tersebut efektif dalam memenuhi kebutuhannya atau tidak. Perilaku yang bertanggung jawab merupakan perilaku-perilaku yang sesuai dengan kenyataan yang dihadapi. Menurut glasser hal-hal yang membawa perubahan sikap dari penolakan ke penerimaan realitas yang terjadi selama proses konseling adalah :
1. Konseling dapat mengeksplorasikan keinginan, kebutuhan, dan apa yang dipresepsikan tentang kondisi yang dihadapi.
2. Konseling fokus pada perilaku yang sekarang tanpa terpaku pada masalalu.
3. Konseling mau mengevaluasi perilakunya.
4. Konseling mulai menetapkan perubahan yang dikehendakinya dan komitmen terhadap apa yang telah direncanakan.

E.     Penerapan Konseling
 1.      Teknik-Teknik Konseling
a.    Terlibat dalam permainan peran dengan konseling.
b.    Menggunakan humor.
c.    Mengonfrontasikan konselidan menolak alasan apa pun dari konseli.
d.    Membantu konseli merumuskan rencana tindakan secara spesifik.
e.    Bertindak sebagai guru atau model.
f.     Memasang batas-batas dan menyusun situasi terapi.
g.    Melibatkan diri dengan konseliuntuk mencari kehidupan yang lebih efektif.  
2.      Tahap-tahap konseling
Proses konseling dalam terapi realitas berpedoman pada dua unsur utama, yaitu pneciptaan kondisi lingkungan yang kondusif dan beberapa prosedur yang menjadi pedoman untuk mendorong terjadinya perubahan pada konseling.
Secara praktis, Thompson, et. al.(2004:115-120) mengemukakan delapan tahap dalam Konseling Realita.
Tahap 1 : konselor menunujukkan keterlibatan pada konseling (be friend )
Pada tahap ini, konselor mengawali pertemuan dengan sikap otentik, hangat dan menaruh perhatian pada hubungan yang sedang dibangun. Hubungan yang terbangun antar konseling dan konselor sangat penting, sebab konseling akan terbuka dan bersedia menjalani proses konseling jika dia mearasa bahwa konselornya terlibat dan dapat dipercaya. Oleh karna itu penerimaan yang positif adalah sangat esensial agar proses konseling berjalan efektif. Selain itu konselor perlu menunjukkan sikap bersahabat, pada tahap awal umumnya tidak membutuhkan bantuan konselor terlebih bila konselitidak datang secara sukarela. Meskipun konseling menunjukkan tidak senang terhadap konselor tetapi konselor harus tetap menghadapi dengan tentang, sopan, dan tidak mengintimidasi konseli, respon yang diungkapkan juga tidak mengekspresikan apa yang sedang dilakukan oleh konselipada saat itu, konselor juga harus menunjukkan bahwa ia bertekad membantu konseli, konseling realitas selalu berpedoman bahwa perilaku total hampir selalu dipilih. Karenannya tingkah laku yang lebih efisien dan lebih membantu diperlukan bagi konseling yang sedang menghadapi masalah.
Tahap2 : fokus pada perilaku sekarang
Setelah konseling dapat melibatkan diri kepada konselor, maka konselor menanyakan kepada konseli apa yang akan dilakukan sekarang. Tahap kedua merupakan eksplorasi diri pada konseling. Konseling mengungkapkan ketidaknyamanan yang ia rasakan dalam menghadapi permasalahannya. Lalu konselor meminta konseling mendeskrisipkan hal-hal apa saja yang telah dilakukan dalam menghadapi kondisi tersebut. Secara rinci, melalui tahap berikut:
a.       Eksplorasi “picture album” (keinginan)
b.       Menanyakan keinginan konseli
c.       Menanyakan benar-benar apa yang diinginkan
d.    Menanyakan apa yang telah terfikir oleh konseling tentang yang diinginkan orang lain dari dirinya dan menanyakan bagaimana konseling melihat tersebut.
Tahap 3 : mengeksplorasi total behavior konseli
Menanyakan apa yang dilakukan konseli (doing), yaitu konselor menanyakan secara spesifik apa saja yang dilakukan konseli, cara pandang dalam konseling realita, akar permasalahan konseli bersumber pada perilakunya bukan pada perasaan, dalam pandangan konseling realita yang harus diatasi bukan kecemasan konseli, tetapi hal-hal apa saja yang telah dilakukan untuk menghadapi ujian.
Tahap 4 : konseling menilai diri sendiri atau mengevaluasi diri
Tahap keempat ini konselor menanyakan pada konseling apakah pilihan perilakunya itu disadari oleh keyakinan bahwa hal itu baik baginya. Fungsi konselor tidak untuk menilai benar atau salah perilaku konseling, tetapi membimbing konseliuntuk menilai perilakunya saat ini. Beri kesempatan pada konseli untuk mengevaluasi, apakah ia cukup terbantu dengan pilihannya tersebut. Dan menanyakan komitmen konseling untuk mengikuti proses konseling.
Tahap 5 : merencanakan tindakan yang bertanggung jawab
Tahap ketika konseli mulai menyadari bahwa perilakunya tidak menyelesaikan masalah, dan tidak cukup menolong keadaan dirinya, dilanjutkan dengan membuat perencanaaan tindakan yang lebih bertanggung jawab.Rencana yang disusun sifatnya spesifik dan konkret. Hal-hal apa yang akan dilakukan konseling untuk keluar dari permasalahan yang sedang dihadapinya.
Tahap 6 : membuat komitmen
Konselor mendorong konseliuntuk merealisasikan rencana yang telah disusunnya bersama konselor sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan.
Tahap 7 : tidak menerima permintaan maaf atau alasan konseling
Pada tahap ini konselor menanyakan perkembangan perubahan perilaku konseling. Apabila konseling tidak atau belum berhasil melakukan apa yang telah direncanakannya, permintaan maaf konseling atas kegagalannya tidak untuk dipenuhi konselor. Sebaliknya, konselor mengajak konseling untuk melihat kembali rencana tersebut dan mengevaluasi mengapa konselitidak berhasil, konselor selanjutnya membantu konseli merencanakan kembali hal-hal  yang belum berhasil ia lakukan. Pada tahap ini sebaiknya konselor menghindari pertanyaan dengan kata “mengapa” sebab kecenderungan konseliakan bersikap defensif dan mencari alasan. Proses konseling yang efektif antara lain ditunjukkan dengan seberapa besar kegigihan konselor untuk membantu konseli. Ada kalanya konseli mengharapkan konselor menyerah dengan sikap pasif, kooperatif, apatis, namun pada tahap inilah konelor dapat menunjukkan bahwa ia benar-benar terlibat dan ingin membantu konselimengatasi permasalahannya. Kegigihan konselor dapat memotivasi konseliuntuk bersama-sama memecahkan masalah.
Tahap 8 : tindak lanjut
Merupakan tahap terakhir dalam konseling, konselor dan konseling mengevaluasi perkembangan yang dicapai, konseling dapat berakhir atau dilanjutkan jika tujuan yang telah ditetapkan delum tercapai. Konseling ini bertujuan membantu individu mencapai identitas berhasil, yaitu individu yang akan datang dengan segala konsekuensi, bersama-sama konselor, konselidihadapkan kembali pada kenyataan hidup, sehingga dapat memahami dan mampu menghadapi realita kehidupannya.

DAFTAR PUSTAKA

Corey, Gerald, Teori Dan Praktek Konseling Dan Psikoterapi, Bandung : PT.  Refika Aditama, 2005
Komalasari, Gantina, dkk., Teori dan Teknik Konseling, Jakarta : PT INDEKS,  2011
Laela, FaizahNoer, Bimbingan Konseling Sosial, Surabaya : UIN SunanAmpel Press, 2014
Lubis, Namora Lumangga, Memahami Dasar-Dasar Konseling Dalam Teori Dan Praktik, Jakarta: KENCANA, 2011.
Palmer, Stephen (Ed.), Introduction to conselling and  psychotherapy, diterjemah oleh Haris H. Setiadjid, Konseling dan psikoterapi, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2011.



Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © Fanni Juliyani - Hatsune Miku - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -