- Back to Home »
- KASUS STRESS KERJA MENYEBABKAN KEMATIAN DAN PHK
Posted by : Unknown
Rabu, 07 Januari 2015
KASUS
STRES KERJA MENYEBABKAN KEMATIAN DAN PHK (PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA)
DISUSUN
OLEH
KELOMPOK
:
1.
Yenti Astuti : 175112804
2.
Fanni Juliyani : 12512750
3.
Lulu Yolanda Syifa : 14512271
Stress
Kerja Menyebabkan Kematian
Dokumen
Foto yang diambil tanggal 24 Feb 2010, terlihat seorang wakil pembicara dan
karyawan yang berkumpul di luar pabrik Foxconn di Shenzhen, Provinsi Guangdong
Cina selatan. “Perusahaan hanya mementingkan kepentingan bisnisnya dengan
memeras tenaga karyawan, sementara upah pekerjanya sendiri masih sangat rendah,
ironisnya karyawan tidak berdaya akan kebijakan ini”. Pemogokan di Perusahaan
Honda Motor dan serentetan bunuh diri karyawan di Foxconn Technology (produsen
raksasa elektronik untuk industri seperti Apple, Dell dan Hewlett-Packard)
membuat Pemerintah Cina harus melakukan pertemuan dengan perwakilan Management
Perusahaan.
Seorang
Insinyur berumur 28 tahun yang bekerja untuk Foxconn (pembuat iPhone, iPads dan
gadget elektronik lainnya termasuk Apple Inc) meninggal dunia “kematiannya
mendadak” di rumahnya di dekat pabrik Foxconn Shenzhen di provinsi Guangdong
China selatan. Penyebab kematian sedang diselidiki dan “kita sedang
mengumpulkan informasi-informasi pendukung penyebab kematian insinyur ini
termasuk keterkaitannya dengan pekerjaan,” kata salah satu perwakilan
management perusahaan.
Surat
kabar Ming Pao di Hong Kong, melaporkan bahwa salah satu kerabat dekat Insinyur
mengklaim kematian rekan kerjanya itu dikarenakan “stres kerja”, setelah
bekerja 34 jam tanpa istirahat. Dampak dari laporan surat kabar yang terbit
langsung direspon positif oleh Perusahaan dengan mengumumkan pemberian 30
persen bonus pada karyawannya untuk meningkatkan dan membantu terciptanya
lingkungan kerja yang lebih baik selain itu kerja lembur karyawan akan
dikurangi sehingga bisa lebih banyak waktu untuk beristirahat. Aktivis
ketenagakerjaan menuduh perusahaan memiliki gaya manajemen yang kaku, dan
karyawannya dipaksakan untuk bekerja terlalu keras, namun Foxconn menyangkal
tuduhan ini.
Dalam
setahun ini di Perusahaan Foxconn “Sepuluh pekerjanya telah bunuh diri dan tiga
lainnya melakukan percobaan bunuh diri, rata-rata mereka tewas karena terjun
dari atas bangunan.
Perwakilan
Foxconn Terry Gou berjanji untuk berusaha mencari jalan keluar agar kejadian
bunuh diri maupun percobaan yang dilakukan karyawan tidak terjadi lagi
kedepannya. Pantes aja di Batam banyak perusahaan yang gulung tikar dan pindah
ke Cina, ternyata ini alasannya. Menekan cost dengan mencari tenaga yang
lebih murah dan itu adanya cuma di Cina. Dasar perusahaan PELIT, mau kaya tapi
tidak mau keluar duit lebih. Nasib…nasib jadi Buruh Kerja.
ULASAN
Kasus ini menerangkan
mengenai aksi protes para pekerja Foxconn di China yang mengatakan bahwasanya
pihak perusahaan tidak memikirkan hak para pekerja. Upah yang diberikan tidak
setimpal dengan apa yang dikerjakan. Hal tersebut terbukti dengan tewasnya
salah satu karyawan PT.Foxconn yang mati dirumahnya akibat stress kerja. Stress
yang dialami pekerja tersebut dikarenakan perusahaan menuntut untuk bekerja
keras tanpa istirahat.
Berdasarkan
kasus diatas para pekerja telah mengalami dampak psikologis yang cukup
membahayakan karena sampai melakukan bunu diri hanya karena stress dengan
pekerjannya. Stres yang dialami oleh pekerja tersebut ialah sesuai dengan
pengertian menurut Palupi (2003) yang menyatakan bahwa stres kerja merupakan
ketegangan yang dengan mudah muncul akibat kejenuhan yang timbul dari beban
kerja yang berlebihan, tuntutan tugas yang mendukung terjadinya hal tersebut.
Selain itu juga dipengaruhi oleh faktor-faktor penunujang lainnya seperti
halnya bertembahnya tanggung jawab tanpa adanya penambahan upah. Sehingga
membuat para pekerja tidak dapat memenuhi kebutuhan hierarkinya berdasarkan
teori Masslow. Diataranya mereka tidak dapat memenuhi kebutuhan psikologis
mereka seperti halnya pangan sandang dan papan.
Hal
tersebut dikarenakan upah yang mereka terima tidak setimpal atau tidak
mencukupi. Solusi yang tepat adalah dengan merubah sistem kerja yang ada
diperusahaan agar dapat memebri kenyamanan kepada para pekerjanya. Selain itu
juga menyesuaikan upah setiap pekerja berdasarkan pekerjaan yang mereka
lakukan, dengan begitu akan tumbuh motivasi mereka dalam bekerja. Sehingga para
pekerja dapat bekerja dengan semangat yang nantinya akan berdampak baik bagi
perusahaan. Berdasarkan pengertian motivasi yaitu suatu kekuatan potensial yang
ada didalam diri manusia yang dapat dikembangkannya sendiri atau dapat
dikembangkan dari sejumlah kekuatan dari luar yang ada berkisar sekitar imbalan
materi dan non materi yang dapat mempengaruhi hasil kerjanya (Winardi, 2001).
PHK (PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA)
Organizational
Justice (Keadilan Organisasi)
Karyawan yang
bekerja di sebuah organisasi akan berharap bahwa organisasi tersebut akan
memperlakukan mereka dengan adil. Dalam artikel ini, dua sudut pandang mengenai
keadilan akan digunakan:
Menurut Equity Theory (Adams, dalam Donovan, 2001),
karyawan menganggap partisipasi mereka di tempat kerja sebagai proses barter,
di mana mereka memberikan kontribusi seperti keahlian dan kerja keras mereka,
dan sebagai gantinya mereka mengharapkan hasil kerja baik berupa gaji ataupun
pengakuan. Di sini, penekanannya adalah pada persepsi mengenai keadilan antara
apa yang didapatkan karyawan relatif terhadap apa yang mereka kontribusikan.
Cara lain untuk melihat Keadilan Organisasi adalah
melalui konsep Procedural Justice. Di sini, penekanannya adalah apakah prosedur
yang digunakan untuk membagikan hasil kerja pada para karyawan cukup adil atau
tidak (Donovan, 2001).
Contoh Kasus: Setelah adanya PHK
(Pemutusan Hubungan Kerja) besar-besaran, motivasi pekerja di sebuah perusahaan
biasanya cukup rendah. Ini bisa jadi disebabkan karena karyawan mempersepsi
adanya ketidakadilan, baik dari sudut pandang Equity Theory maupun Procedural
Justice. Ketika perusahaan memecat karyawan yang telah memberikan kontribusi
berupa kerja keras dan keahlian, karyawan mempersepsi bahwa ketidakadilan telah
terjadi.
Situasi bisa diperburuk melalui prosedur PHK. Sering kali, alasan
mengapa PHK dilakukan hanya diberikan melalui memo atau penjelasan singkat dari
manajemen level bawah, tanpa adanya pertemuan tatap muka dengan para pembuat
keputusan di manajemen level atas, sehingga karyawan tidak memiliki kesempatan
untuk bertanya atau memberikan pendapatnya. Dalam situasi seperti ini, karyawan
tidak diberikan cukup kesempatan untuk membentuk justifikasi kognitif dalam
benak mereka mengenai mengapa PHK itu diperlukan. Hal ini patut disayangkan
karena penelitian telah menunjukkan bahwa digunakannya penjelasan yang masuk
akal disertai empati cenderung dapat meminimalkan efek negatif dari keadaan
yang tidak adil (Greenberg, 1990).
Equity Theory juga menjelaskan bahwa
setelah persepsi ketidakadilan terbentuk, karyawan akan mencoba meraih kembali
keadilan dengan mengurangi jumlah kontribusi mereka (Adams, dalam Donovan,
2001). Misalnya, karyawan bisa saja mulai datang terlambat ke kantor atau
bahkan absen sama sekali, dengan tujuan mengurangi waktu dan kerja keras yang
mereka kontribusikan pada perusahaan.
Menurut Withdrawal Progression Model,
para pekerja di atas kemungkinan akan memulai reaksi mereka dengan
tindakan-tindakan ringan seperti datang terlambat, sebelum beralih ke tindakan
yang lebih berat, seperti absen, dan pada akhirnya keluar dari perusahaan
(Johns, 2001). Memang belum tentu semua karyawan yang tidak puas akan keluar
dari perusahaan, karena masih ada factor-faktor lain yang turut mempengaruhi
seperti tingkat pengangguran di lokasi tersebut serta tingkat ketersediaan pekerjaan
lain yang dianggap menarik oleh para karyawan tersebut (Hom and Kinicki, 2001).
Namun, bahkan dalam situasi di mana karyawan tidak dapat keluar dari
perusahaan, mereka akan terus melanjutkan pelanggaran-pelanggaran selama mereka
masih merasa tidak puas (Johns, 2001). Ini tentu saja merupakan sesuatu yang
sulit diterima oleh perusahaan. Karena itu, beberapa rekomendasi akan diberikan
dalam Contoh Kasus ini untuk mengurangi perilaku dan sikap yang tidak
diinginkan ini.
Rekomendasi: Pertemuan karyawan dengan manajemen serta
peninjauan kembali kebijakan perusahaan. Seperti yang telah dijelaskan dalam
teori Organisational Justice (Keadilan Organisasi), ketika karyawan mempersepsi
adanya ketidakadilan, mereka akan mengambil tindakan terhadap organisasi dengan
tujuan meraih kembali keadilan (Adams, dalam Donovan, 2001). Persepsi
ketidakadilan ini mungkin dapat dikurangi dengan memberikan alasan-alasan yang
masuk akal mengenai mengapa ketidakadilan tersebut harus terjadi (Greenberg,
1990). Berdasarkan penelitian Greenberg (1990), penjelasan yang efektif
haruslah memenuhi kriteria sebagai berikut: otoritas yang tertinggi harus jujur
dan menunjukkan empati terhadap para pekerja; dan keputusan yang diambil dapat
dijustifikasi berdasarkan informasi yang cukup.
Kriteria-kriteria ini jika
diterapkan dalam Contoh Kasus di atas mungkin akan dapat mengurangi efek
negatifnya. Pertemuan dengan tujuan untuk memberikan penjelasan mengenai PHK
pada seluruh karyawan sebaiknya dilakukan sesegera mungkin dengan kriteria sebagai
berikut: Penjelasan diberikan oleh manajemen level atas. Para manajer dengan
bersungguh-sungguh menunjukkan empati terhadap para pekerja, misalnya dengan
mengucapkan bahwa mereka mengerti bagaimana perasaan para pekerja dengan adanya
PHK. Alasan-alasan PHK dijelaskan secara detil, jika perlu didukung data
finansial yang menjustifikasi PHK sebagai jalan terbaik untuk menghindarkan
perusaan dari kebangkrutan. Semua karyawan diberikan kesempatan yang cukup
untuk mengajukan pertanyaan atau memberikan pendapat mengenai PHK. Setelah
melakukan kegiatan di atas, untuk menghindari adanya persepsi ketidakadilan di
masa yang akan datang, perusahaan dapat melakukan peninjauan
kebijakan-kebijakan mereka yang berlaku saat ini. Kebijakan perlu diubah jika
ada potensi untuk menimbulkan ketidakadilan, misalnya karyawan dari kelompok
yang berbeda diperlakukan berbeda dalam proses PHK (mendapat kompensasi yang
berbeda, atau hanya kelompok tertentu yang berhak mendapat konseling, dsb).
Strategi Penangannannya:
Maka diperlukan
pendekatan yang tepat dalam mengelola stres, ada dua pendekatan yaitu
pendekatan individu dan pendekatan organisasi:
1.
Pendekatan Individual
Seorang
karyawan dapat berusaha sendiri untuk mcngurangi level stresnya. Strategi yang
bersifat individual yang cukup efektif yaitu; pengelolaan waktu, latihan fisik,
latihan relaksasi, dan dukungan sosial. Dengan pengelolaan waktu yang baik maka
seorang karyawan dapat menyelesaikan tugas dengan baik, tanpa adanya tuntutan
kerja yang tergesa-gesa. Dengan latihan fisik dapat meningkatkan kondisi tubuh
agar lebih prima sehingga mampu menghadapi tuntutan tugas yang berat. Selain
itu untuk mengurangi sires yang dihadapi pekerja pcrlu dilakukan
kegiatan-kegiatan santai. Dan sebagai stratcgi terakhir untuk mengurangi stres
adalah dengan roengumpulkan sahabat, kolega, keluarga yang akan dapat
memberikan dukungan dan saran-saran bagi dirinya.
2.
Pendekatan Organisasional
Beberapa
penyebab stres adalah tuntutan dari tugas dan peran serta struktur organisasi
yang scmuanya dikendalikan oleh manajemen, schingga faktor-faktor itu dapat
diubah. Oleh karena itu strategi-strategi yang mungkin digunakan oleh manajemen
untuk mengurangi stres karyawannya adalah melalui seleksi dan penempatan,
penetapan tujuan, redesain pekerjaan, pengambilan keputusan partisipatif,
komunikasi organisasional, dan program kesejahteraan. Melalui strategi tersebut
akan menyebabkan karyawan memperoleh pekerjaan yang sesuai dengan kemampuannya
dan mereka bekerja untuk tujuan yang mereka inginkan serta adanya hubungan
interpersonal yang sehat serta perawatan terhadap kondisi fisik dan mental.
Secara umum strategi manajemen stres kerja dapat dikelompokkan mcnjadi strategi
penanganan individual, organisasional dan dukungan sosial (Margiati,
1999:77-78):
1. Strategi
Penanganan Individual
Yaitu strategi
yang dikembangkan secara pribadi atau individual. Strategi individual ini bisa
dilakukan dengan beberapa cara, antara lain:
a. Melakukan perubahan reaksi perilaku atau perubahan reaksi
kogtiitif.
Artinya, jika
seorang karyawan merasa dirinya ada kenaikan ketegangan, para karyawan tersebut
seharusnya time out terlebih dahulu. Cara time out ini bisa macam-macam,
seperti istirahat sejenak namun masih dalam ruangan kerja, keluar ke ruang
istirahat (jika menyediakan), pergi sebentar ke kamar kecil untuk membasuh muka
air dingin atau berwudlu bagi orang Islam, dan sebagainya.
b. Melakukan reiaksasi dan meditasi. Kegiatan relaksasi dan
medilasi ini bisa dilakukan di rumah pada malam hari atau hari-hari libur
kerja. Dengan melakukan relaksasi, karyawan dapat membangkitkan perasaan rileks
dan nyaman. Dengan demikian karyawan yang melakukan relaksasi diharapkan dapat
mentransfer kemampuan dalam membangkitkan perasaan rileks ke dalam perusahaan
di mana mereka mengalami situasi stres. Beberapa cara meditasi yang biasa
dilakukan adalah dengan menutup atau memejamkan mata, menghilangkan
pikiran yang
mengganggu, kemudian perlahan-lahan mengucapkan doa.
c. Melakukan diet dan fitnes. Beberapa cara yang bisa ditempuh adalah
mengurangi masukan atau konsumsi garam dan makanan mengandung lemak,
memperbanyak konsumsi makanan yang bervitamin seperti buah-buahan dan
sayur-sayuran, dan banyak melakukan olahraga, seperti lari secara rutin, tenis,
bulu tangkis, dan sebagainya (Baron & Greenberg dalam Margiati, 1999:78).
2.
Strategi-strategi Penanganan Organisasional.
Strategi ini
didesain oleh manajemen untuk menghilangkan atau mengontrol penekan tingkat
organisasional untuk mencegah atau mengurangi stres kerja untuk pekerja
individual. Manajemen stres melalui organisasi dapat dilakukan dengan :
a. Menciptakan iklim organisasional yang mendukung.
Banyak
organisasi besar saat ini cenderung memformulasi struktur birokratik yang
tinggi
dengan
menyertakan infleksibel, iktim impersonal. Ini dapat membawa pada stres kerja
yang sungguh-sungguh. Sebuah strategi pengaturan mungkin membuat struktur tebih
terdesentralisasi dan organik dengan pembuatan keputusan partisipatif dan
aliran komunikasi ke atas. Perubahan struktur dan proses struktural mungkin menciptakan
Iklim yang lebih mendukung bagi pekerja, memberikan mereka lebih banyak kontrol
terhadap pekerjaan mereka, dan mungkin mencegah atau mengurangi stres kerja
mereka.
b.
Memperkaya desain tugas-tugas dengan memperkaya kerja baik
dengan
meningkatkan faktor isi pekerjaaan (seperti tanggung jawab, pengakuan, dan
kesempatan untuk pencapaian, peningkatan, dan pertumbuhan) atau dengan
meningkatkan karakteristik pekerjaan pusat seperti variasi skill, identitas
tugas, Signifikansi tugas, otonomi, dan timbal balik mungkin membawa pada
pernyataan motivasional atau pengalaman berani, tanggung jawab, pengetahuan
hasil-hasil.
c.
Mengurangi konflik dan mengklarifikasi peran organisasional.
Konflik peran
dan ketidakjelasan diidentifikasi lebih awal sebagai sebuah penekan individual
utama. Ini mengacu pada manajemen untuk mengurangi konflik dan mengklarifikasi
peran organisasional sehingga penyebab stress ini dapat dihilangkan atau
dikurangi. Masing-masing pekerjaan mempunyai ekspektansi yang jelas dan penting
atau sebuah pengertian yang ambigious dari apa yang dia kerjakan. Sebuah
strategi klarifikasi peran yang spesifik memungkinkan seseorang mengambil
sebuah peranan menemukan sebuah catatan ekspektansi dari masingmasing pengirim
peran. Catatan ini kemudian akan dibandingkan dengan ekspektansi fokal
seseorang, dan banyak perbedaan akan secara terbuka didiskusikan untuk
mengklarifikasi ketidakjelasan dan negoisasikan untuk memecahkan konflik.
d. Rencana
dan pengembangan jalur karir dan menyediakan konseling.
Secara tradisional,
organisasi telah hanya menunjukkan melalui kepentingan dalam
perencanaan
karir dan pengembangan pekerja mercka. Individu dibiarkan untuk memutuskan
gerakan dan slrategi karir sendiri.
3. Strategi
Dukungan Sosial.
Untuk
mengurangi stres kerja, dibutuhkan dukungan sosial terutama orang yang
terdekat, seperti keluarga, teman sekerja, pemimpin atau orang lain. Agar
diperoleh dukungan maksimal, dibutuhkan komunikasi yang baik pada semua pihak,
sehingga dukungan sosial dapat diperoleh seperti dikatakan Landy (dalam
Margiati, 1999:78) dan Goldberger & Breznitz (dalam Margiati, 1999:78).
Karyawan dapat
mengajak berbicara orang lain tentang masalah yang dihadapi, atau sctldaknya
ada tempat mengadu atas keluh kesahnya (Minner dalam Margiati, 1999:78).
Ada empat
pendekatan terhadap stres kerja, yaitu dukungan social (social support),
meditasi (meditation), biofeedback, dan program kesehatan pribadi (personal
wellness programs). Pendekatan tersebut sesuai dengan pendapat Keith Davis
& John W. Newstrom, (dalam Mangkunegara, 2002:157-158) yang mengemukakan
bahwa "Four approaches that of ten involve employee and management
cooperation for stres management are social support, meditation, biofeedback
and personal wellnes programs".
1. Pendekatan
dukungan sosial.
Pendekatan ini
dilakukan melalui aktivitas yang bertujuan memberikan kepuasan sosial kepada
karyawan. Misalnya: bennam game, dan bercanda.
2. Pendekatan
melalui meditasi.
Pendekatan ini
perlu dilakukan karyawan dengan cara berkonsentrasi ke alam pikiran,
mengcndorkan kerja otot, dan menenangkan emosi meditasi ini dapat dilakukan
selama dua periode waktu yang masing-masing 15-20 menit. Meditasi bias
dilakukan di ruangan khusus.