- Back to Home »
- LEADERSHIP (SOFKILL)
Posted by : Unknown
Selasa, 03 November 2015
PENDAHULUAN
Manusia adalah makhluk social yang tidak dapat
hidup sendiri. Dalam hidup, manusia selalau berinteraksi dengan sesame serta dengan
lingkungan. Manusia hidup berkelompok baik dalam kelompok besar maupun dalam
kelompok kecil. Hidup dalam kelompok tentulah tidak mudah. Untuk menciptakan
kondisi kehidupan yang harmonis anggota kelompok haruslah saling menghormati
& menghargai. Keteraturan hidup perlu selalu dijaga. Hidup yang teratur
adalah impian setiap insan. Menciptakan & menjaga kehidupan yang harmonis
adalah tugas manusia.
Manusia adalah makhluk Tuhan yang paling
tinggi disbanding makhluk Tuhan lainnya. Manusia di anugerahi kemampuan untuk
berpikir, kemampuan untuk memilah & memilih mana yang baik & mana yang
buruk. Dengan kelebihan itulah manusia seharusnya mampu mengelola lingkungan
dengan baik. Tidak hanya lingkungan yang perlu dikelola dengan baik, kehidupan
social manusiapun perlu dikelola dengan baik. Untuk itulah dibutuhkan sumber
daya manusia yang berkualitas. Sumber daya yang berjiwa pemimpin, paling tidak
untuk memimpin dirinya sendiri. Dengan berjiwa pemimpin manusia akan dapat
mengelola diri, kelompok & lingkungan dengan baik. Khususnya dalam
penanggulangan masalah yang relatif pelik & sulit. Disinilah dituntut
kearifan seorang pemimpin dalam mengambil keputusan agar masalah dapat
terselesaikan dengan baik.
LEADERSHIP
1.
Definisi
Leadership atau Kepemimpinan
Leadership
adalah kemampuan untuk menentukan kemana hidup akan kita arahkan apa-apa saja yang ingin kita
lakukan dalam hidup ini dan jalan mana yang harus kita tempuh untuk
mencapainya.
Menurut Ralph M.
Stogdill mendefinisikan kepemimpinan sebagai berikut: kepemimpinan manajerial
adalah proses mengarahkan dan mempengaruhi kegiatan yang berhubungan dengan
tugas dari anggota kelompok (Stoner, 1986:114).
Kemudian menurut A.M. Kadarman, Sj dan Jusuf Udaya
kepemimpinan didefinisikan sebagai seni atau proses untuk mempengaruhi dan
mengarahkan orang lain agar mereka mau berusaha untuk mencapai tujuan yang
hendak dicapai kelompok (Kadarman et.al, 1992:110).
Lalu menurut Kae H. Chung dan Leon C Megginson kepemimpinan
didefinisikan sebagai kesanggupan mempengaruhi prilaku orang lain dalam suatu
arah tertentu (Kossen, 1986:181).
Sedangkan menurut Edwin
A. Fleishman kepemimpinan diartikan suatu usaha mempengaruhi orang antar
perseorangan (interpersonal) lewat proses komunikasi untuk mencapai satu atau
beberapa tujuan (Gibson, Ivancevich and Donnely, 1987:263).
Dan sementara itu Kepemimpinan adalah
sebuah hubungan yang saling mempengaruhi di antara pemimpin dan pengikut
(bawahan) yang menginginkan perubahan nyata yang mencerminkan tujuan bersamanya
(Joseph C. Rost.,1993).
Dari
rumusan-rumusan di atas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan
mempengaruhi dan mengarahkan orang lain untuk tercapainya suatu tujuan
tertentu.
2.
Teori
Kepemimpinan Partisipatif
Kepemimpinan
partisipatif menyangkut usaha-usaha oleh seorang manajer untuk mendorong dan
memudahkan partisipasi orang lain dalam pengambilan keputusan yang jika tidak
akan dibuat tersendiri oleh manajer tersebut (Yukl, 1998: 132). Kepemimpinan
ini mencakup aspek-aspek kekuasaan seperti bersama-sama menanggung kekuasaan,
pemberian kekuasaan dan proses-proses mempengaruhi yang timbal-balik. Sedangkan
yang menyangkut aspek-aspek perilaku kepemimpinan seperti prosedur-prosedur
spesifik yang digunakan untuk berkonsultasi dengan orang lain untuk memperoleh
gagasan dan saran-saran, serta perilaku spesifik yang digunakan untuk proses
pengambilan keputusan dan pendelegasian kekuasaan. Kepemimpinan
partisipatif (participative leadership)
adalah pemimpin meminta dan menggunakan saran-saran bawahan, tetapi tetap
berperan dalam pengambilan dan pembuatan keputusan.
a.
Teori X
& Y dari Douglas Mcglegor
Pada tahun 1943 Malow mengungkapkan suatu teori
yang mengusulkan agar orang di motivasi oleh suatu hierarki kebutuhan termasuk
intensif keuangan dan penerimaan sosial.Hierarki maslow mungkin merupakan teori
yang paling dikenal dengan baik, sementara itu model teori X dan teori Y dari
Gouglas Mcglegor merupakan yang terbaik dalam menyajikan esensi dari gerakan hubungan manusia. Menurut
McGregor teori X dan teori Y mereflleksikan dua keyakinan ekstrem yang
membedakan manajer mengenai pekerja mereka.
· Teori X
adalah suatu pandangan yang relatif negatif mengenal pekerja dan konsisten
dengan pandangan manajemen ilmiah.
· Sedangkan
Teori Y adalah suatu pandangan positive
mengenai pekerja, teori ini mencerminkan asumsi yang dibuat dengan pendukung
hubungan manusia.
Kemunculan
perilaku Organisasi Teori X dan teori Y
Douglas
Mcrleggor mengembangkan teori X dan teori Y, Dia berpendapat bahwa teori X
merepresentasikan dengan baik pandangan dari manajemen ilmiah,sedangkan teori Y
merepretasikan pendekatan hubungan manusia. Mcgreggor yakin bahwa teori Y merupakan filosofi yang paling baik untuk
semua manajer.
Asumsi Teori X
|
1.
Orang
tidak suka bekerja dan mereka berusaha untuk menghindarinya
2.
Orang
tidak suka bekerja, sehingga manajer harus mengendalikan, mengarahkan,
memaksa dan mengancam pekerja agar mereka mau bekerja menuju tujuan
organisasi.
3.
Orang
cenderung suka untuk diarahkan, menghindari tanggung jawab dan menginginkan
keamanan, mereka memilikki sedikit ambisi
|
Asumsi Teori Y
|
1.
Orang
tidak secara alami membenci pekerjaan, pekerjaan merupakan suatu bagian yang
alami dari hidup mereka
2.
Orang
secara internal termotivasi untuk mencapai tujuan yang menjadi tanggung jawab
mereka.
3.
Orang
mengikatkan diri pada tujuan hingga suatu tingkat dimana mereka menerima
penghargaan pribadi ketika mereka mencapai tujuan mereka.
4.
Orang
akan mencari dan menerima tanggung jawab dalam kondisi yang disukai.
5.
Orang
memiliki kapasitas untuk berinovasi dalam memecahkan masalah dan organisasi.
6.
Orang
pada dasarnya cerdas tapi dalam kebanyakan kondisi organisasi, potensi mereka
kurang dimanfaatkan secara penuh.
|
b.
Teori
Sistem 4 dari Rensis Likert
Likert (dalam O’Hair, Friedrich
&Dixon, 2005, p.152-153) menyatakan bahwa umumnya seorang pemimpin
menggunakan empat gaya komunikasi, yaitu :
1. System
I (Authoritarian)
Pemimpin System I ini bersifat
task oriented, sangat terstruktur, dan otoriter. Hubungan interpersonal
tidaklah begitu penting. Pemimpin System I memiliki tingkat kepercayaan yang
sangat kecil terhadap bawahannya dan tidak melibatkan mereka di dalam
pengambilan keputusan. Bawahan bekerja dengan iklim yang terintimidasi dan rasa
takut. Komunikasi hanya berjalan dari atasan ke bawahan saja mengikuti rantai
kepemerintahan.
2.
System II (Controlling) Pemimpin System II bersifat task oriented, namun juga
mengontrol organisasi atau unit di dalamnya, bersifat sedikit otoriter.
Pemimpin merendahkan bawahan dan walaupun tidak terlalu ketat, ia juga memiliki
ketidakpercayaan kepada bawahannya. Bawahan memiliki izin untuk berpendapat
pada saat pengambilan keputusan, namun permasalahan organisasi diselesaikan
seluruhnya oleh jajaran atas perusahan. Meskipun sebagian besar arus
komunikasinya dari atasan kepada bawahan, tetapi beberapa interaksi masih
terlihat langsung antara jajaran atas perusahaan dan jajaran bawah perusahaan.
3.
System III (Collaborative) Pemimpin System III secara terbuka menempatkan
keyakinan dan kepercayaan kepada bawahannya. Seorang atasan mengontrol bawahan
melalui negosiasi dan kolaborasi. Bawahan memiliki hak untuk berpendapat dalam
proses pengambilan keputusan, terutama yang menyangkut persoalan kerja mereka.
Arus komunikasi mengalir secara relatif dua arah, yaitu dari atasan kepada
bawahan dan dari bawahan kepada atasan dalam hierarki organisasi.
4. System
IV (Nurturing) Pemimpin System IV berkonsentrasi pada hubungan baik dengan
atasan sekaligus bawahan mereka. Mereka memelihara keyakinan dan kepercayaan
kepada bawahannya serta memberi mereka motivasi dan semangat dalam proses
pengambilan keputusan di seluruh jajaran perusahaan. Pemimpin System IV tidak
menggunakan rasa takut, intimidasi, dan ancaman. Motivasi para pekerja
dihasilkan dari partisipasi mereka dalam mencapai target organisasi. Proses
pertukaran pesan yang terjadi di dalamnya bersifat bebas dan sangat terbuka
baik dari atasan , bawahan, juga keduanya.
c.
Theory
of Leadership Pattern Choice dari Tannenbaum & Schmidt
Robert
T'annenbaum dan Warren H. Schmidt mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi
gaya kepemimpinan.
Mereka
menyatakan bahwa pemimpin haruslah mempertimbangkan tiga kekuatan sebelum mereka memilih suatu
gaya kepemimpinan. Faktor kekuatan tersebut adalah:
1.
Faktor pemimpin itu
sendiri.
Misalnya
pengalamannya, latar belakang pendidikannya, pengetahuan tentang nila nilai
yang dianut.
2.
Faktor bawahan.
Misalnya
seberapa jauh bawahan bisa mengidentifikasikan diri dengan tujuan organisasi,
keinginan mereka untuk ikut mengambil keputusan, mempunyai kebebasan,
pengalaman, dan ketrampilan dalam pekerjaan.
3.
Fakotr situasi.
Unsur situasi merupakan bentuk dari keadaan
yang ditimbulkan oleh lingkungan yang dimiliki atau dihadapi oleh organisasi
yang dipimpinnya, baik lingkungan fisik (kekayaan alam, iklim, suhu udara,
curah hujan, kelembaban dsb) maupun lingkungan sosial (umlah penduduk, gaya
hidup, kebudayaan, kepribadian, kegotongroyongan dsb).
Lingkungan yang berbeda maka situasi bisa berbeda, situasi
yang berbeda menuntut penanganan sikap dan tingkah laku kepemimpinan yang
berbeda pula. Hubungan antara gaya kepemimpinan, pimpinan, bawahan dan faktor
situasi tersebut secara matematis dapat digambarkan sebagai berikut:
G=f{p,b,s)
Keterangan:
G= Gaya Kepemimpinan
f = Fungsi
p = pimpinan
b = Bawahan
s = Situasi
Faktor p dan b merupakan interaksi antara pimpinan dan
bawahan yang menimbulkan dimensi tingkah laku kepemimpinan yang berorientasi
tugas (otoriter) serta tingkah laku yang berorientasi hubungan kerja yang
manusiawi (demokratis) seperti telah diuraikan dalam teori tingkah laku. Ke
tiga faktor tersebut (p,b,dan s) adalah faktor-faktor yang menentukan tingkah
laku kepemimpinan yang dipedukan bagi seorang pemimpin.
Tingkah laku kepemimpinan adalah sesuatu yang dipelajari
atau dapat dibentuk melalui proses belajar. Oleh karena itu dapat diciptakan
bentukbentuk latihan kepemimpinan yang berhubungan dengan tiga faktor penentu
tersebut. Dengan latihan-latihan tertentu calon pemimpin dapat menemukan
tingkah laku/gaya kepemimpinan yang efektif sesuai dengan berbagai situasi
khusus yang dihadapi oleh organisasi yang dipimpinnya. Berdasarkan latar belakang
pendekatan situasional tersebut kemudian dikembangkan berbagai penelitian yang
akhirnya menemukan beberapa faktor situasional yang telah ditemukan
mempengaruhi terhadap pemilihan gaya kepemimpinan tertentu antara lain:
1 kepribadian,
pengalaman waktu lalu, dan pengharapan pimpinan
2.
perilaku dan pengharapan Cari atasan pimpinan itu
3.
sifat, pengharapan, dan perilaku bawahan
4.
persyaratan pekerjaan
5. kultur
dan kebijakan organisasi
6.
pengharapan dan perilaku rekan kerja.
Teori kepemimpinan kontinuum yang dikembangkan
oleh Tannenbaum dan Schmidt (Rawis, 2000:30). Dalam pandangan kedua ahli ini ada dua bidang
pengaruh yang ekstrim. Pertama,
bidang pengaruh pemimpin di mana pemimpin menggunakan otoritasnya dalam gaya
kepemimpinannya. Kedua, bidang pengaruh
kebebasan bawahan di mana pemimpin menunjukkan gaya yang demokratis. Kedua
bidang pengaruh ini dipergunakan dalam hubungannnya dengan perilaku pemimpin
melakukan aktivitas pengambilan keputusan. Menurut dua ahli tersebut ada enam
model gaya pengambilan keputusan yang dapat dilakukan oleh pemimpin, yakni :
a) Pemimpin membuat keputusan dan kemudian
mengumumkan kepada bawahannya. Model ini terlihat bahwa otoritas yang
dipergunakan atasan terlalu dominan, sedangkan daerah kebebasan bawahan sempit
sekali.
b) Pemimpin menjual keputusan. Pada gaya ini
pemimpin masih dominan. Bawahan belum banyak dilibatkan.
c) Pemimpin menyampaikan ide-ide dan mengundang
pertanyaan. Dalam model ini pemimpin sudah menunjukkan kemajuan. Otoritas mulai
berkurang dan bawahan diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan.
Bawahan mulai dilibatkan dalam pengambilan keputusan.
d) Pemimpin memberikan keputusan bersifat
sementara yang kemungkinan dapat dirubah. Bawahan sudah mulai banyak terlibat
dalam rangka pengambilan keputusan. Otoritas pelan-pelan mulai berkurang.
e) Pemimpin memberikan persoalan, meminta
saran-saran dan mengambil keputusan. Pada gaya ini otoritas yang dipergunakan
sedikit. Sedangkan kebebasan bawahan dalam berpartisipasi mengambil keputusan
sudah lebih banyak dipergunakan. Pemimpin merumuskan batas-batasnya dan meminta
kelompok bawahan untuk mengambil keputusan. Partisipasi bawahan sudah lebih
dominan.
f) Pemimpin mengizinkan bawahan melakukan
fungsi-fungsinya dalam batas-batas yang telah dirumuskan oleh pemimpin.
d.
Teori
Kepemimpinan dari Konsep Modern Choice Approach To Participation yang Memuat
Decicion Tree for Leadership dari Vroom & Yetton
Teori kepemimpinan model Vroom dan Yetton ini merupakan salah
satu teori kontingensi. Teori kepemimpinan Vroom dan Yetton disebut juga teori
Normatif, karena mengarah kepada pemberian suatu rekomendasi tentana gaya
kepemimpinan yang sebaiknya digunakan dalam situasi tertentu. Vroom danYetton
memberikan beberapa gaya kepemimpinan yang layak untuk setiap situasi.
Model ini mengarah pada pemberian rekomendasi
tentang gaya kepemimpinan yang sebaiknya digunakan dalam situasi tertentu. Gaya
kepemimpinan yang tepat ditentukan oleh corak yang dihadapi oleh macam
keputusan yang harus diambil.
Contoh kepemimpinan yang menggunakan gaya kepemimpinan vroom dan
yetton dalam mengambil keputusan adalah ketua Osis. Apabila dalam melaksanakan
tugas mengalami kesulitan dalam mengambil keputusan ketua Osis selalu meminta
pendapat dari bawahannya. Dengan mengadakan rapat Osis di mana setiap anggota
berkumpil dan memberikan saran atas masalah yang di hadapi. Contohnya dalam
menyelenggarakan hari kemerdekaan, bagaimana acara dapat berjalan dengan lancar
serta bagaimana mendapatkan dana untuk menyelenggarakan acara tersebut. Ketua
Osis menampung semua pendapat dari bendahara, seksi acara, seksi humas dll.
e.
Teori
Kepemimpinan dari Konsep Contigency Theory of Leadership dari Fiedler
Keberhasilan menerapkan manajemen perubahan antara lain sangat
ditentukan oleh gaya(style) yang diadopsi manajemen. Teori ini berpendapat
tingkat keberhasilan pengmbilan keputusan sangat ditentukan oleh sejumlah gaya
yang dianut dalam mengelola perubahan. Gaya/cara yang dimaksud lebih menyangkut
pengambilan keputusan dan implementasi. Seseorang dapat melakoni gaya
kepemimpinan dalam suatu horizon mulai dari yang sangat otokratik hingga
partisipatif. Dengan demikian, maka menurut teori ini tidak selalu komotmen dan
partisipasi bawahan diperlukan. Semua ini memerlukan analisis dan diagnosis mengenai
kesiapan kedua belah pihak, yaitu atasan dan bawahan, baik sikap mental,
motivasi, maupun kompetensinya.
Teori ini merupakan hasil pemikiran dari Robert Tannenbaum dan
Warren H. Schmidt. Tannenbaun dan Schmidt dalam Hersey dan Blanchard (1994) berpendapat
bahwa pemimpin mempengaruhi pengikutnya melalui beberapa cara, yaitu dari cara
yang menonjolkan sisi ekstrim yang disebut dengan perilaku otokratis sampai
dengan cara yang menonjolkan sisi ekstrim lainnya yang disebut dengan perilaku
demokratis.
Perilaku otokratis, pada umumnya dinilai bersifat negatif, di
mana sumber kuasa atau wewenang berasal dari adanya pengaruh pimpinan. Jadi
otoritas berada di tangan pemimpin, karena pemusatan kekuatan dan pengambilan
keputusan ada pada dirinya serta memegang tanggung jawab penuh, sedangkan
bawahannya dipengaruhi melalui ancaman dan hukuman. Selain bersifat negatif,
gaya kepemimpinan ini mempunyai manfaat antara lain, pengambilan keputusan
cepat, dapat memberikan kepuasan pada pimpinan serta memberikan rasa aman dan
keteraturan bagi bawahan. Selain itu, orientasi utama dari perilaku otokratis
ini adalah pada tugas.
Perilaku demokratis; perilaku kepemimpinan ini memperoleh sumber
kuasa atau wewenang yang berawal dari bawahan. Hal ini terjadi jika bawahan
dimotivasi dengan tepat dan pimpinan dalam melaksanakan kepemimpinannya
berusaha mengutamakan kerjasama dan team work untuk mencapai tujuan, di mana si
pemimpin senang menerima saran, pendapat dan bahkan kritik dari bawahannya.
Kebijakan di sini terbuka bagi diskusi dan keputusan kelompok.
Menurut teori kontinuun ada tujuh tingkatan hubungan peminpin
dengan bawahan :
1. Pemimpin membuat dan mengumumkan keputusan terhadap bawahan
(telling).
2. Pemimpin menjual dan menawarkan keputusan terhadap bawahan
(selling).
3. Pemimpin menyampaikan ide dan mengundang pertanyaan.
4. Pemimpin memberikan keputusan tentative, dan keputusan masih
dapat diubah.
5. Pemimpin memberikan problem dan meminta sarang pemecahannya
kepada bawahan (consulting).
6. Pemimpin menentukan batasan – batasan dan minta kelompok
untuk membuat peputusan.
7. Pemimpin mengizinkan bawahan berfungsi dalam batas – batas
yang ditentukan (joining).
Jadi, berdasarkan teori continuum, perilaku pemimpin pada
dasarnya bertitik tolak dari dua pandangan dasar :
1. Berorientasi kepada pemimpin.
2. Berorientasi kepada bawahan.
f.
Teori
Kepemimpinan dari Konsep Path Goal Theory
Dikembangkan oleh Robert House,
inti dari teori tsb adalah merupakan
tugas pemimpin untuk memberikan informasi, dukungan, atau sumber-sumber daya
lain yang dibutuhkan kepada para pengikut agar mereka bias mencapai berbagai
tujuan mereka. Istilah path goal berasal dari keyakinan bahwa para pemimpin
yang efektif semestinya bias menunjukkan jalan guna membantu penikut-pengikut
mereka mendapatkan hal-hal yang mereka butuhkan demi pencapaian tujuan kerja
dan mempermudah perjalanan serta menghilangkan berbagai rintangannya.
House mengidentifikasikan epmat
perilaku kepemimpinan, Pemimpin yang direktif member tahu kepada para pengikut
mengenai apa yang diharapka dari mereka, menentukan pekerjaan yang harus mereka
selesaikan, dan memberikan bimbingan khusus terkait dengan cara menyelesaikan
berbagai tugas tersebut. Pemimpin yang Suportif adalah pemimpin yang ramah dan
memerhatikan kebutuhan para pengikut. Pemimpin yang partisipatif berunding denga para pengikut dan menggunakan
saran-saran mereka sebelum mengambil suatu keputusan. Pemimpin yang
berorientasi pencapaian menetapkan tujuam –tujuan yang besar dan mengharapkan
para pengikutnya untuk bekerja dengan sangat bai . berlawanan dengan Fiedler,
House berasumsi bahwa pemimpin itu fleksibel dan bahwa pemimpin yang sama bias
menampilkan satu atau seluruh perilaku ini bergantung pada situasi yang ada.
Karakteristik karyawan sebagai contoh, berikut
adalah ilustrasi prediksi-prediksi yang didasarkan pada Path Goal Theory :
·
Kepemimpinan direktif
menghasilkan kepuasan yang lebih besar manakala tugas-tugasnya bersifat ambigu
atau penuh tekanan bila dibandingkan dengan ketika tugas-tugas tersebut
terstruktur sangat ketat dan diuraikan dengan sangat baik.
·
Kepemimpinan yang
suportif menghasilkan kinerja dan kepuasan karyawan yang tinggi ketika karyawan
mengerjakan tugas-tugas yang terstruktur.
·
Kepemimpinan direktif
cenderung dipandang tidak efektif apabila karyawan memiliki kemampuan yang
diyakini baik atau pengalaman yang banyak.
·
Karyawan dengan pusat
kendali internal akan lebih puas denga gaya partisipatif.
·
Kepemimpina yang
beorientasi pencapaian dapat meningkatkan harapan para karyawan bahwa usaha
akan menghasilkan kinerja yang tinggi ketika tugas-tugas disusun secara ambigu.
Hasil studi Robert House (2008:354) menjelaskan bahwa
tingkah gaya para pemimpin dapat dipengaruhi oleh employee characteristics and
enviroment. I. Lima karakteristik karyawan yang memengaruhi gaya kepemimpinan
yaitu;
(a) locus of control
(b)
Kemampuan tugas (task ability)
(c) kebutuhan
berprestasi (need for achievement)
(d) pengalarnan (experience)
(e) kebutuhan
kejelasan (needfor clarity).
2.
Dua faktor lingkungan yaitu; (a) struktur tugas (task structure); (b) dinarnik
kelompok keIja (work group dynamic).
KESIMPULAN
Kata pemimpin, kepemimpinan serta kekuasaan
memiliki keterikatan yang tak dapat dipisahkan. Karena untuk menjadi pemimpin
bukan hanya berdasarkan suka satu sama lainnya, tetapi banyak faktor. Pemimpin
yang berhasil hendaknya memiliki beberapa kriteria yang tergantung pada sudut
pandang atau pendekatan yang digunakan, apakah itu kepribadiannya,
keterampilan, bakat, sifat – sifatnya, atau kewenangannya yang dimiliki yang
mana nantinya sangat berpengaruh terhadap teori maupun gaya kepemimpinan yang
akan diterapkan.
Rahasia utama kepemimpinan adalah kekuatan
terbesar seorang pemimpin bukan dari kekuasaanya, bukan kecerdasannya, tapi
dari kekuatan pribadinya. Seorang pemimpin sejati selalu bekerja keras
memperbaiki dirinya sebelum sibuk memperbaiki orang lain. Pemimpin bukan
sekedar gelar atau jabatan yang diberikan dari luar melainkan sesuatu yang
tumbuh dan berkembang dari dalam diri seseorang. Kepemimpinan lahir dari proses
internal (leadership from the inside out).
SARAN
Sangat diperlukan sekali jiwa kepemimpinan
pada setiap pribadi manusia. Jiwa kepemimpinan itu perlu selalu dipupuk dan
dikembangkan. Paling tidak untuk memimpin diri sendiri. Jika saja Indonesia
memiliki pemimpin yang sangat tangguh tentu akan menjadi luar biasa. Karena
jatuh bangun kita tergantung pada pemimpin. Pemimpin memimpin, pengikut
mengikuti. Jika pemimpin sudah tidak bisa memimpin dengan baik, cirinya adalah
pengikut tidak mau lagi mengikuti. Oleh karena itu kualitas kita tergantung
kualitas pemimpin kita. Makin kuat yang memimpin maka makin kuat pula yang
dipimpin.
DAFTAR
PUSTAKA
Tangkilisan, S. H.N,. (2005). Manajemen Publik. Jakarta: PT Grasindo.
Griffin,
W.R.(2002). Manajemen. Jakarta:
Erlangga.
Sutikno,
R. B. (2007). THE POWER OF EMPHATY in
LEADERSHIP. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Poniman, F. N. I., & Azzaini,. J. (2007). KUBIK LEADERSHIP Solusi Esensial Meraih Sukses dan
Kemuliaan Hidup. Jakarta Selatan: PT Mizan Publika.
Robbins,
S.P., & Judge, T.A. (2008) . Perilaku
Organisasi . Jakarta : Salemba
M.